Alih bahasa : Zamzami Saleh
Kisah ini dinukilkan oleh Imam Al-Hafizh Taqiyuddin Abdul Ghani
bin Abdul Wahid bin Ali Al-Maqdisi (600 H) dalam kitabnya "Mihnah Al-Imam
Ahmad bin Hanbal"
***
Ar-Rabi` bin Sulaiman (salah seorang murid Imam Syafi'i di Mesir)
berkata, “Asy-Syafi’i menulis sebuah surat di hadapan saya yang ditujukan
kepada Abu Abdillah, Ahmad bin Hanbal. Ia lalu berkata kepada saya, “Wahai
Abu Sulaiman, antarkanlah suratku ini ke Irak dan jangan kamu membacanya.”
Lalu saya membawa surat itu pergi dari Mesir menuju Irak.
Ketika tiba di Irak dan sampai di masjid Ahmad bin Hanbal, saya
mendapatinya sedang melakukan salat Shubuh. Dan saya pun ikut shalat
bersamanya. Lantaran tadi saya belum melakukan shalat sunnah (sebelum
subuh/sunnah fajar), saya pun melakukan shalat sunnah (mengqodhonya) setelah
selesai shalat Shubuh berjamaah dengannya. Imam Ahmad pun memperhatikan saya
hingga akhirnya dia mengenali saya.
Setelah selesai shalat, saya pun mengucapkan salam padanya dan
saya serahkan surat Imam Syafi’I yang dialamatkan untuk Imam Ahmad tersebut.
Lalu dia bertanya banyak hal kepadaku tentang Imam Syafi’I sebelum membaca
surat tersebut. Kemudian dia membuka surat tersebut dan membacanya. Ketika
sampai pada bagian tertentu dari surat itu, dia menangis dan berkata, “Semoga
Allah mewujudkan apa yang dikatakan Syafi’i.” Saya pun bertanya kepadanya, “Wahai
Abu Abdullah, apa yang ditulis dalam surat itu oleh Syafi’i?”. Dia
menjawab, “Syafi’I mengatakan bahwa dia bermimpi bertemu Nabi Saw. dan
beliau bersabda, “Wahai Ibnu Idris (Syafi’i), sampaikan berita gembira kepada
pemuda itu, Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, sesungguhnya dia akan diuji dalam
agama Allah. Sesungguhnya ia akan didakwa hingga ia berkata "Al-Qur'an itu
Makhluk", maka jangan sampai ia melakukannya. Dan sesungguhnya ia akan
dipukul dengan cambuk. Dan bahwasanya dengan itu Allah `Azza wa Jalla akan
membentangkan panji untuknya yang tidak akan terlipat hingga hari kiamat".
Maka saya katakan kepadanya, “Itu adalah berita gembira. Apa
hadiah untukku karena membawa berita gembira itu?” Ketika itu Ahmad bin
Hanbal memakai dua helai jubah, lalu dia melepas salah satunya dan
memberikannya kepada saya. Dan yang dia lepas adalah jubah dalamnya yang
menempel pada kulitnya langsung. Dia memberikannya sebagai balasan dari surat
Syafi’I tersebut.
Kemudian saya pergi dan pulang menemui Syafi’I (di Mesir) lalu
saya memberitahu dia tentang apa yang terjadi di tempat Ahmad bin Hanbal. Lalu
dia bertanya, "Mana jubahnya?" Saya jawab, "Ini."
Dia berkata, "Kami tidak akan membelinya darimu dan tidak memintanya
sebagai hadiah, akan tetapi cucilah ia (dalam riwayat lain: basahilah jubah
itu) dan bawa airnya ke tempat kami." Lalu saya cuci jubah Imam
Ahmad tersebut dan airnya saya bawa ke tempat Imam Syafi'i. Lalu dia memasukkan
air itu ke dalam sebuah botol. Dan saya lihat setiap hari dia mengusapkan air
tersebut ke wajahnya bertabarruk dengan Ahmad bin Hambal."
***
Bagi saya, kesalehan itu sifatnya menular. Bahkan ia memiliki silsilah tersendiri. Menular, lantaran kesalehan seseorang biasanya merupakan dampak dekatnya ia dengan orang yang saleh. Seseorang yang saleh, biasanya memiliki pengaruh pada orang lain. Kesalehannya akan menular pada orang yang senantiasa bergaul dengannya. Dan kesalehan itu memiliki silsilah, karena jika dirunut penularan kesalehan tersebut, kita akan sampai pada generasi yang saleh yakni sahabat, tabi'in dan setelah, dan semua itu adalah lantaran mereka bergaul dengan Makhluk Paling Saleh di dunia ini yakni Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan apa yang melarang kita untuk bertabaruk dengan para Anbiya' wash Sholihin ?
***
Bagi yang ingin download kitabnya
http://www.waqfeya.com/book.php?bid=6155
No comments:
Post a Comment