Defenisi Saudara Sepupu
Saudara Sepupu dalam kamus besar bahasa Indonesia ( KBBI) berarti hubungan
kekerabatan antara anak-anak dari dua orang bersaudara; atau saudara
senenek. Atau hubungan kekerabatan antara anak-anak dari dua orang bersaudara
atau saudara senenek/ sekakek. Atau juga anak dari saudara perempuan
ayah/ ibu dan anak dr saudara laki-laki ayah/ ibu.
Contoh :
Amin dan Fahri bersaudara (kandung,
seayah atau seibu). Amin memiliki anak bernama Zuhri dan Fahri memiliki anak
bernama Ani, maka hubungan Zuhri dan Ani adalah saudara sepupu.
Jadi, secara ringkas pengertian saudara sepupu adalah saudara
senenek dan sekakek, atau saudara hanya sekakek dan atau hanya senenek.
Apakah saudara sepupu itu mahram ?
Mahram adalah orang-orang yang
haram untuk dinikahi. Dan dalam Islam, Saudara Sepupu itu BUKAN MAHRAM.
Siapa Saja Mahram ?
Untuk melihat apakah status saudara/i
sepupu apakah mahram atau tidak, perlu diketahui bahwa ada dua jenis
kemahraman. Pertama, kemahraman yang bersifat abadi dan tidak pernah berubah.
Kedua, kemahraman yang bersifat sementara, bisa berubah menjadi tidak mahram.
Jenis yang pertama, yaitu yang
kemahraman yang bersifat abadi bisa terjadi karena tiga hal. Yaitu hubungan
nasab, hubungan karena pernikahan dan persusuan.
Di antara hubungan mahram yang abadi
karena nasab adalah hubungan seorang laki-laki dengan:
- Ibunya atau neneknya dan terus ke atas
- Anak perempuannya dan terus ke cucu perempuannya ke
bawah
- Saudari perempuannya
- Bibinya dari pihak ayah
- Bibinya dari pihak ibu
- Anak wanita dari saudara laki-lakinya
- Anak wanita dari saudara perempuannya
Sedangkan mahram yang abadi karena
adanya pernikahan adalah hubungan antara seorang laki-laki dengan:
- Ibu dari isterinya (mertua wanita)
- Anak wanita dari isterinya (anak tiri)
- Isteri dari anak laki-lakinya (menantu peremuan)
- Isteri dari ayahnya (ibu tiri)
Dan mahram yang abadi karena adanya
hubungan persususuan adalah hubungan antara seorang laki-laki dengan:
- Ibu yang menyusuinya
- Ibu dari wanita yang menyusui (nenek)
- Ibu dari suami yang isterinya menyusuinya (nenek juga)
- Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita
sesusuan)
- Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui
- Saudara wanita dari ibu yang menyusui.
Di luar di luar dari hubungan mahram
yang bersifat abadi, masih ada jenis mahram yang kedua, yaitu kemahraman yang
tidak abadi. Jadi keharaman untuk terjadinya pernikahan hanya untuk sementara
waktu saja, tapi karena keadaan tertentu, keharamannya menjadi hilang berganti
menjadi boleh untuk terjadinya pernikahan.
Di antaranya adalah hubungan seorang
laki-laki dengan:
- Saudari perempuan isterinya, atau yang dikenal dengan
adik/kakak ipar. Bila isteri wafat atau dicerai, maka mantan ipar bisa
jadi isteri.
- Isteri orang lain, hukumnya haram dinikahi. Tetapi bila
suaminya wafat atau wanita itu dicerai suaminya dan telah habis iddahnya,
maka wanita itu boleh dinikahi
- Mantan isteri yang ketika cerai dengan metode talak
tiga. Hukumnya haram dinikahi, tetapi bila mantan isteri itu pernah
menikah dengan laki-laki lain dan telah terjadi dukhul, lalu dicerai
suaminya dan telah habis masa iddahnya, hukumnya kembali lagi boleh
dinikahi
- Dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Dilihat dari daftar diatas, jelas sekali bahwa saudara sepupu
bukan termasuk salah satu ke-mahram-an yang ditetapkan dalam Islam.
Boleh menikahi saudara/i sepupu
Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya:
“......dan
demikian pula (dihalalkan menikahi) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki
bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak
perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara
perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu...” (QS.
Al-Ahzab: 50)
Dalam
sebuah riwayat, Rasulullah SAW pernah ditawari untuk menikahi sepupu nya, salah
seorang putri Hamzah bin Abdil Muthollib. Namun ketika itu beliau menolak untuk
menikahinya dengan alasan Hamzah adalah saudara sesusuannya.
Dalam
sebuah hadits disebutkan:
أَنَّ
النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أُرِيدَ عَلَى ابْنَةِ
حَمْزَةَ، فَقَالَ: إنَّهَا لَا تَحِلُّ لِي، إنَّهَا ابْنَةُ أَخِي مِنْ
الرَّضَاعَةِ، وَيَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dalam
sebuah kesempatan rasulullah ditawari untik menikahi anak perempaun Hamzah,
maka beliau bersabda: “sesungguhnya dia (anak perempuan Hamzah) tidak halal
untuk aku nikahi, karena dia anak saudara sesusuan-ku. Dan apa yang diharamkan
dari sebab persusuan sama seperti yang diharamkan karena sebab nasab.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi
alasan beliau menolah untuk menikahi putri Hamzah bukan karena alasan sepupu,
tetapi karena alasan anak dari saudara sesusuan. Karena dalam sebuah riwayat
disebutkan bahwa Hamzah dan Rasulullah keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah,
salah seorang budak Abu Lahab.
Boleh menikahi anak sepupu
Dalam islam, contoh ini jelas terjadi pada kasus pernikahan
Sayyidina Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutthalib dengan Sayyidah Fatihmah binti
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib. Seperti diketahui bahwa Nabi
Muhammad dan Ali bin Abi Thalib merupakan saudara sepupu karena kakek mereka
satu yakni Abdul Mutthalib. Dan Nabi Muhammad menikahkan putrinya Fatimah
dengan Ali. Perbuatan ini menegaskan bolehnya menikahi anak sepupu.
Tidak boleh membuka aurat di depan saudara/i sepupu
Mengingat saudara/i sepupu itu bukan mahram dan boleh untuk
dinikahi, maka seorang laki-laki ataupun perempuan tidak boleh
membuka/memperlihatkan auratnya didepan saudara/i sepupunya.
Begitu juga tidak boleh membiarkan anak-anak sepupu yang beda
jenis kelamin untuk ber-dua-an karena mereka –sekali lagi- bukan mahram dan
boleh menikah. Dalam Islam, posisi sepupu sama seperti ajnabi / orang
asing bagi saudara sepupu lainnya.
Wallahu a’lam bish-showab
No comments:
Post a Comment